Hallo, apakabar? Akhirnya setelah beberapa tahun mencoba membuat diri ini pulih aku kembali perlahan membuat beberapa tulisan kecil. Proses healing itu memang benar-benar luar biasa, setelah memutuskan untuk istirahat lalu memulai kehidupan baru memang menghasilkan berjuta pelajaran didalam hidup. Seorang sahabat pernah berkata padaku
“ suatu hari lo bakalan balik pulih lagi ingat itu “ dan saat ini aku sudah merasakan itu. Sebenarnya rindu dengan nulis di blog, lalu susun draft untuk novel yang tiada usainya hahaha. Dan pada satu titik diperjalanan healing itu aku yakin ini semua sudah kembali seperti di awal.
Kita memang perlu kecewa untuk tau
bahagia
________
Hari
ini Minggu 09 Agustus 2020,
Kasus
Covid-19 di Jakarta masih tinggi, bahkan kemarin menembus lebih dari 500 kasus.
Tapi aku buka mau bahas itu sih ya, aku Cuma mau mengingatkan untuk kalian stay
safe selalu, aku manusia yang
memang memiliki beberapa kesibukan diluar yang tidak memungkinkan jika harus
selalu berada di dalam rumah. Beberapa kali aku juga masih berkumpul bersama
tapi mengikuti protocol yang di tetapkan pemerintah kita.
Satu
hari, ada sebuah perbincangan yang masih membuat aku berfikir hingga sekarang. Awalnya
memang aku gak berminat buat cerita di blog aku ini Cuma sepertinya asik juga
ya kalau bahas ini.
Ini cerita
tentang dua insan yang memiliki satu jalan tapi berbeda tujuan. Satu visi misi
tapi tidak bisa berada di puncak untuk merealisasikan.
______
Sore
itu di tempat kopi yang ada tepat di jalan melawai, ya kalian pecinta kopi
pasti tau itu dimana. Awalnya perbincangan ku dan Ara sebut saja nama samaran ini hanya sebatas pekerjaan dan pembahasan mengenai kuliah yang sedang ku ambil. Ara seorang mahasiswa kedokteran yang sedang mengambil intership kebetulan di klinik milik keluarga besar ku semakin hari aku makin akrab dengan Ara,
sampai kita sering membawa dunia percintaan kita berdua jadi topic di sela-sela
perbincangan saat bertemu.
Ara sudah
menjalin 6 tahun hubungan dengan salah satu teman nya dari SMA, sudah terbilang
lama bukan? Aku kenal Ara memang dari klinik, kita satu tim dan setiap dinas
bersama, Ara laki-laki yang taat dalam menjalankan agama, Ara juga anak baik
yang selalu jadi favoriet pasien di klinik. Hampir beberapa hari aku sadar
kerjaan Ara memang kurang rapih dan selalu berantakan, sampe akhirnya aku
beranikan nanya ke dia apa yang terjadi.
“ Keluar deh yuk sebentar, ngobrol selepas
dinas ya”
Hari
itu memang kami sedang ada didalam satu tim lagi dan kebetulan juga, aku sedang
berada di satu titik jenuh dengan hari-hari.
Ara membuka
topic tentang bagaimana jika aku harus memilih, memilih dalam konteks apa dan
bagaimana pun belum ia jelaskan sampai di akhir pernyataannya
“ Dia atau Tuhan? “
Satu
hal yang aku tau dari Ara, dia mencintai seorang yang bukan se-iman dengannya. Dan
aku pun merasakan hal itu.
“ Ra, lo sekarang ada di persimpangan jalan,
entah lo lanjut ke depan berdua atau memilih jalan masing-masing. Lo ke kanan
dan dia ke kiri.”
Ara diam,
dalam diamnya aku tau dan paham didalam fikiran itu bergejolak. Entah meninggalkan
atau melanjutkan itu yang menjadi pilihan. Bagaimana bisa problematika cinta
beda agama menjadi proses yang menyakitkan dalam urusan percintaan? Ya cukup
menyedihkan, merelakan tapi apa yang harus di relakan? Ketika semua berjalan
sesuai rencana namun kalian melupakan tembok itu. Tembok pembatas yang begitu
tinggi, antara Rosario dan Ka’bah.
“ Kenapa ya, orang lain bisa merasakan bahagia
setelah menjalani hubungan lama dan berakhir di pernikahan. Atau bagaimana
orang lain bisa merasakan kesedihan karena alasan? Berpisah karena masalah
maksudnya. Berpisah saat mereka bertengkar hebat karena orang ketiga, berpisah
karena kesalah fahaman yang tak berujung. “
“ Lalu? Teralalu menyakitkan jika
berpisah karena keadaan. Sungguh.”
“ Lo bisa bayangin kan Yan? Berpisah karena
keadaan, hanya karena keadaan. Disaat semua baik-baik saja, gak ada ribut, gak
ada cekcok dan kita masih bahagia namun didepan persimpangan jalan yang kita tuju
setelah sekian lama berjalan berdua. Sudah ada dua jalan dan salah satunya
berpisah? Ya masalahnya dimana? Kenapa disaat semua baik-baik saja harus
berpisah? “
Aku
diam, kali ini memang benar. Menyakitkan, dibagian mana ada permasalahannya
untuk berpisah karena keadaan?
Jawabannya
1, perbedaan itu begitu nyata terlihat. Bagaimana rasanya berpisah di saat
semua terlihat bahagia. Itu hal yang menyakitkan. Antara cinta dan tuhan.
Aku pernah
pindah dari rumah ke rumah ya ibaratnya gitu, beberapa perjalanan pernah ku
lewati. Di fase menjalani hubungan toxic hingga hubungan yang menurut ku
sempurna tapi ada aja jalannya yang membuat itu sulit. Semua tergantung proses.
Ara mungkin merasa ada di titik yang memang berat. Bertahan atau meninggalkan. Ara
masih merasa berat untuk meninggalkan karena dia juga sayang dengan wanitanya,
juga Ara belum memiliki keberanian mengajak lebih dalam di sebuah hubungan yang
nantinya berujung pada pernikahan.
Untuk ku memilih jalan karena perihal perbedaan iman bukan hal mudah. Apalagi untuk
melanjutkan pernikahan.
“ Lo tau ra? Melepas kadang jawaban, tengok ke
belakang. Disana ada orang tua dan keluarga lo. Tengok juga ke dia, bagaimana
keluarganya mencintai dia Ra, hubungan ini bukan perihal antara lo dan dia. Ini
perihal lo dan keluarga lo lalu dia dengan keluarganya. Dia lo berdua mungkin
gak ada masalah tapi di keluarga kalian. “
“ Kaya hitam dan putih yah? Gak bakal pernah
nyatu. Kayak timur dan barat yang sampe kapan juga gak bakal searah.”
Ara
diam lagi
“Tapi setidaknya perbedaan
hitam putih bisa menambah warna
Tapi setidaknya timur dan
barat walau tidak searah, mereka bisa bertemu dan saling berhadap hadapan.
Perbedaan itu perlu,tidak
semuannya harus mempunyai persamaan.”
“Apakah aku harus tetap melepaskannya “
“ belajar melepaskan dirinya, walau
setengah mu masih ada bersama dia. Aku yakin Ra, kamu bakal terbiasa awalan berat
tapi ingat di kondisi ini dia maupun kamu gak bisa egois“
_______
Hari
ini tepat 1 bulan setelah perbincangan aku dan Ara sore itu di tempat kopi. Semua
argumentasi kita sudah habis dan Ara yang akhirnya memberanikan diri untuk
mengambil keputusan itu, terlihat semakin membaik. Pekerjaannya sudah balik ke
awal seperti Ara yang aku tau dan aku kenal. Dia sudah mulai baik-baik saja
setelah perpisahan.
Semua
akan memiliki proses healing dari masalah mereka masing-masing bagaimana juga
kehidupan itu berjalan.
Kehilangan
karena keadaan apapun itu memang tidak pernah sesederhana kedengarannya, patah
hati yang senyata-nyata nya patah.
“ Aku dan kamu hebat. Tak berdebat. Tapi
tamat.” Kata Ara yang sedang ku lihat menggenggam sepucuk surat tapi itu
adalah undangan pernikahan.
“Ku kira kita adalah selamanya, ternyata tidak
lebih lama dari sebentar. Aku kira selama apapun, sejauh apapun, seperti
apapun, rumah adalah tempat pemberhentian. Untuk pulang, selamanya.”
Aku
diam matanya mulai menunjukan jika dia dalam keadaan yang tidak baik.
“ Namun, dia hanya singgah. Menetap sebentar
namun menyisahkan kisah yang membuat segenap sayang. Aku kira selama apapun,
sejauh apapun, seperti apapun, rumah adalah tempat pemberhentian. Untuk pulang,
selamanya. Ternyata benar. Hanya bukan akulah rumahnya.” Lanjutnya
“
Kamu pasti sembuh dan melewati. “
Sore
itu ku tutup perbincangan bersama dengan Ara, dengan menenangkan-nya jika semua
berjalan karena alasan dan menghasilkan satu pembelajaran hidup.
-Pernah menjadi yang paling cemas,sebelum jadi yang paling ikhlas
Jakarta
8 Agustus 2020 19.34 WIB.
No comments:
Post a Comment