Monday, 29 May 2017

Tulisan Mahasiswa II

Hai? Selamat malam dimana pun kamu yang selalu ku sebut namanya didalam doa berada, aku malam ini di landa sebuah ke bimbangan tuan. Ya aku bimbang bagaimana memilih ini. Aku bingung harus memulai dari mana, bisa aku mulai dari saat pertama aku jatuh cinta padamu? Waktu singkat yang mengubah semua dunia ku, waktu yang membuat ku perlahan mencintai mu sepenuh hatiku. Dulu ada dia tuan yang ku anggap sebagai pria teristimewa sebelum kamu hadir, tapi saat itu kamu datang memberikan ku beberapa hal baru yang mampu menghadirkan tawa ku setelah sekian lama menghilang. Ya tuan begitu indah saat kamu hadir mengisi hari ku dulu. Tuan bisa ku mulai pembicaraan ini? Tapi rasanya berat hati untuk memulai semuanya, aku masih tidak sanggup membicarakan ini. Namun sebaiknya ku ungkit hal indah bersama mu dulu, ya akan ku bahas ditulisan kecil ini tuan.

Beberapa waktu lalu kamu dan aku bertemu dalam sebuah pertemuan singkat kita bukan? Percakapan yang awalnya sangat membosankan bagi ku kamu buat menjadi hidup, sapaan itu masih jelas aku ingat dalam memori ku tuan. Tuan? Ingatkah pertama pertemuan kita disebuah taman indah, dulu aku masih malu-malu bertemu dengan mu. Aku masih tidak bisa menyadari hadir mu dulu, sungguh aku tidak bisa menyadari apa arti dirimu dulu. Namun perlahan saat kamu memberanikan mengungkapkan apa yang ada didalam hatimu untuk ku tuan, aku mulai mempercayai jika kamu adalah orang yang dikirim tuhan menemani aku yang lemah setelah di campakan oleh nya.

Tuan akhirnya aku dan kamu menjadi satu dalam sebuah hubungan, aku dengan tegas menerima kamu sebagai orang yang ku panggil kekasih. Aku bangga dan bahagia dapat berjalan dengan mu tuan. Hari demi hari kamu dan aku lewati, beberapa rintangan lalu ujian hubungan juga sudah aku dan kamu lalui. Tahu kah kamu tuan? Aku semakin mencintai mu, dulu aku hanya menyayangi mu dan saat itu perasaan ini tumbuh menjadi cinta. Metamorfosa sempurna untuk kehidupan, tapi tidak untuk kamu bukan?

Tuan aku tahu dulu kamu mencintai ku, lalu rasa cinta itu turun menjadi rasa sayang hingga pada akhirnya bosan menyapa mu. Begitulah yang dapat ku jabarkan dalam metamorfosa mu dihubungan ini. Kamu berubah seiring berjalannya waktu, rasa cinta itu telah usang untuk waktu singkat. Tapi tidak dengan ku, semua keterbalikan ini aku rasakan. Bahkan aku masih mencintaimu dalam ketidakjelasan ini tuan. Aku perlahan mulai sadar kamu ingin lepas dari tali yang sepakat kita ikat berdua, entah aku yang masih menahan atau kamu yang perlahan melepaskannya, yang aku tahu ini adalah ambang dalam ketidakpastian hubungan kita.

Kamu berjalan ke arah barat dan aku berjalan ke arah timur, semua ini membuat ku bingung. Lalu bagaimana dengan janji yang senantiasa kamu ucapkan tuan? Bahwa kamu tidak akan meninggalkan ku dalam keadaan apapun itu? Bisa kamu ingat? Oh tuan jika kamu lupa tak apa, aku tahu kamu hanya seorang pria biasa, biar aku yang mengingat semua janji itu tuan.

Tuan, malam ini ku beranikan mengatakan semuanya. Aku yang sejak lama tahu jika kamu ingin melepaskan diri dari tali hubungan ini berjuta kali berfikir bagaimana caranya aku mengatakan pergilah tuan aku akan baik-baik saja meski tali itu putus. Beberapa kali aku pertanyakan bagaimana aku harus mengatakan hal ini? Seorang sahabat berbisik kepada ku lepaskan yang tidak mungkin kamu genggam lagi. Benar sesuatu yang dipaksakan memang tidak akan pernah sempurna hasilnya.

Tidak ada yang ingin aku sampaikan tuan, hanya beberapa bagian kecil dari hati yang merasa tersakiti dengan kepergian mu secara tiba-tiba. Dulu kamu yang selalu menahan ku namun kini kamu yang membuka celah pintu kepergian itu lebar-lebar.

Tuan, apa aku salah dengan selalu mengalah didalam hubungan ini? Setiap pertengkaran yang terjadi diantara kita, aku berperan sebagai si pengalah. Tujuan ku hanya satu mempertahan kan ini hingga lama. Kamu melakukan kesalahan yang kamu ciptakan berkali-kali, juga ku maafkan berkali-kali. Tapi, kamu ingat tuan? Ketika aku melakukan kesalah satu kali bahkan kesalahan yang menurut ku tidak fatal, aku selalu mengemis maaf dari mu. Lucu bukan? Sepertinya mencintai harus selucu itu, aku bahkan tidak habis fikir mengapa Tuhan menciptakan problematika percintaan seperti ini. Bukan, bukan Tuhan yang salah tapi kamu dan aku lah yang salah. Sikap egois mu dan sikap ku yang terlalu pemaaf memang tidak bisa disatukan.

Seorang sahabat pernah juga berbisik pada ku lupakan saja, maafkan maka kamu akan hidup lebih bahagia lagi. Bagi ku memaksakan dengan mu seperti memeluk kaktus, semakin erat semakin perih kurasakan tertusuk duri mu. Aku memilih perpisahan, biar saja sakitnya ku rasakan di awal tapi lambat laun pasti rasa itu akan menghilang dengan sendiri. Dan kamu memilih untuk melepaskan itu karena aku tahu pasti bahagia yang kamu cari bukan dengan ku tuan, bukankah begitu?

Tuan, pergilah cari kebahagian mu, cari apa yang kamu inginkan, cari seorang wanita yang dapat mencintaimu dengan tulus dan bisa mengerti mu melebihi apa yang bisa ku berikan. Tuan, berbahagialah untuk kepergian mu dari ku, kamu berhak bahagia walau bukan bersama dengan ku. Malam ini ku sampaikan perpisahan ini melalui tulisan. Sampai disini tuan, aku mencintai mu tapi aku tidak mampu untuk bertahan dengan mu, terimakasih luka yang kamu berikan akan ku ingat dan tidak akan ku sesali pernah mencintaimu. Tuhan memang begitu baik terhadap ku dia memberikan ku ketabahan dan kesabaran ini untuk bertemu dengan mu dan kelak nanti aku percaya Tuhan akan memberikan ku seseorang yang akan menghargai dan mencintai ku sepenuhnya.


No comments:

Post a Comment